Tuesday, December 13, 2016

Bisnis "Thank You"

Kebanyakan kalau ada yang minta tolong, ujung-ujungnya hanya sebatas ucapan ‘thanks’.

Kalimat diatas adalah satu-satunya ungkapan yang paling menggelitik saya saat mengobrol dengan salah seorang teman. Dia seorang fotografi amatir. Obrolan kami berawal dari kecemasan saya mengenai apa yang harus dilakukan setelah wisuda nanti. Kami sedang membicarakan tentang prospek masa depan, tentang apa pekerjaan yang paling sesuai dengan pola pikir kami mengingat sifat saya dan teman saya yang tidak mau terikat kontrak kerja yang terlalu lama.

          Saya katakan padanya untuk mendalami profesinya sebagai seorang fotografer lepas atau bahasa kerennya “freelance”. Namun teman saya ini kelihatan agak bimbang dan ragu tentang menggeluti pekerjaan yang memang merupakan hobi yang sudah ditekuninya sejak lama. Dia berpendapat bahwa kalau saja orang-orang memiliki wawasan luas dan lebih terbuka dalam menyikapi sesuatu maka sudah dari dulu dia menerima ratusan tawaran permintaan memotret yang kebanyakan berasal dari orang-orang di lingkungan kampus. “Ini namanya bukan bisnis betulan, ini lebih tepat kalau disebut ‘bisnis thank you’” kata teman saya sambil tertawa dengan nada mengejek. Saya bertanya apa yang dimaksud dengan ‘bisnis thank you’ ini dan jawaban darinya langsung membuat saya paham tentang istilah unik yang baru saya dengar ini.

          Ada beberapa individu yang meminta bantuan jasa tanpa pikir-pikir (saya pakai istilah yang lebih enak didengar daripada menggunakan kata “mengeksploitasi”). Menurut hemat teman saya, mereka inilah para pencetus ide “bisnis thank you” yaitu orang-orang yang menghargai para pekerja jasa dengan dua kata saja “terima kasih”. Memang tidaklah salah malah sudah seharusnya kita mengucapkan kata ini jika orang lain menolong kita, tetapi untuk urusan profesionalisme dibidang usaha jasa bagaimana seharusnya kita menyikapi hal ini?



          Tak bisa dipungkiri bahwa manusia adalah mahkluk sosial dan harus saling tolong menolong. Namun apakah pantas kata “tolong menolong” dijadikan sebuah tameng dalam kasus “bisnis thank you” ini? Bagi saya pribadi, mau dibayar atau tidak dibayar sebenarnya tergantung dari seberapa besar permintaan tolong yang diterima. Saya berikan contoh dari pengalaman saya sebagai seorang penerjemah lepas. Misalnya, kalau ada yang meminta bantuan menerjemahkan satu halaman dengan bahasa yang tidak terlalu rumit maka bukan masalah jika ucapan terima kasih yang terlontarkan atas hasil kerja saya. Hitung-hitung beramal dan sebenarnya saya juga diuntungkan karena selain dapat mengaplikasikan ilmu yang telah saya dapatkan, saya juga bisa belajar lebih saat mengerjakannya. Namun beda halnya jika saya harus menerjemahkan berpuluh-puluh halaman. Haruskah hasil kerja saya dihargai dengan ucapan saja hanya karena alasan-alasan yang bersifat manusiawi?

          Pandangan saya semakin terbuka saat menceritakan hal ini kepada orang tua saya. Beliau berpendapat bahwa bagi penganut paham “bisnis thank you” ini punya dampak yang saya tak pernah sangka sebelumnya. Beliau berpendapat bahwa logikanya, terlalu membuat seseorang nyaman dengan memperbolehkannya menghargai para pekerja jasa dengan ucapan terima kasih bisa merusak citra kita dimata calon klien. Mungkin saja si individu yang pernah menghargai kita dengan ucapan andalan ini salah melakukan promosi kepada orang lain sehingga walaupun banyak order terjemahan yang datang yang bisa menikmati hasil kerja kita, selain si klien, adalah telinga kita yang terbuai dengan ucapan ajaib nan manusiawi.

          Saya bercerita panjang lebar mengenai “bisnis thank you” ini buka karena saya tidak setuju ataupun menyimpan perasaan kecewa dan marah yang berlebihan terhadap para penganut paham ini. Saya sempat kecewa, tetapi tidak serta merta membiarkan hal ini melunturkan semangat saya untuk menolong orang lain serta memberikan hasil kerja yang maksimal. Walaupun terkadang honor yang diperoleh ada yang tidak sesuai, terlepas dari itu semua, bagi saya rejeki sudah ada yang mengatur. Kita boleh saja melarat karena usaha yang dihargai dengan ucapan tapi belum tentu kondisi kita tidak berubah selamanya. Karena sebenarnya, dibalik itu semua kita sedang mengisi saldo yang tak terlihat yang bahkan kita tak perlu pergi ke ATM untuk menariknya. Silakan menginterpretasikan sendiri arti kata “saldo” yang saya maksud disini. Terakhir, saya ucapkan “thank you” sudah meluangkan waktu anda untuk membaca tulisan saya sampai habis.

Monday, December 12, 2016

Hemat pangkal Kaya, Koleksi pangkal Hemat

Kali ini saya mau sedikit mengulas tentang sesuatu yang hampir semua orang melakukannya, mengoleksi barang. Ulasan kali ini terinspirasi oleh keadaan saya yang sekarang sedang bingung karena terlalu banyak buku yang harus dibeli. Tujuan saya adalah mengoleksi 1000 buku; sedikit lagi tercapai, hehehe). Saya seorang yang cukup ambisius kalau menyangkut koleksi. Terasa seperti ada yang kurang kalau saya melewatkan satu atau dua buku; dan ini terkadang membuat saya kalap saat berkunjung ke toko buku. Rasanya seperti ingin membawa pulang semua buku yang inginkan pada saat itu juga. Lalu apa hubungannya dengan koleksi? Ya, kali ini saya akan membahas bagaimana cara melakukan hobi ini tanpa ada yang dirugikan, bahkan dapat melatih kita untuk lebih disiplin.


                                                  (Gambaran dari impian saya)

Pertama, saat kondisi seperti diatas muncul, jangan kalap. Tentukan prioritas barang mana yang akan dibeli terlebih dulu. Memang banyak kolektor fanatik seperti saya khawatir jika barang yang akan dibeli keburu terjual. Solusinya, jika sering berbelanja online, perhatikan komentar ataupun diskusi tentang barang koleksi. Perhatikan juga jumlah terjual dari barang yang diinginkan. Semakin banyak komentar, diskusi, atau jumlah terjualnya, segera masukan kedalam daftar prioritas.

Kedua, hemat pangkal kaya. Peribahasa ini juga berlaku untuk para kolektor. Tanpa uang kita tidak dapat membeli barang koleksi. Kalau sudah begini akan sangat susah jika ingin mengoleksi barang, katakanlah novel berseri banyak, hingga lengkap. Sisihkan penghasilan atau uang jajan untuk menabung. Buat rekening khusus dan catatan keuangan. Kedua hal ini akan sangat membantu dalam mengoleksi barang dan melatih kedisiplinan soal uang. Bahkan mungkin saja membangkitkan naluri ekonomi kita, hehehe.


Bagi saya, kedua hal ini sangat bermanfaat bagi para kolektor agar tidak sembarangan dengan dompet mereka. Jangan boros, sekalipun untuk mengoleksi barang. Mungkin dompet bisa bernafas lega karena isinya tidak lagi kekenyangan (baca: penuh). Namun, dompet yang sehat bukan berarti pemiliknya juga sehat; bisa saja ia dibuat sakit karenanya. 
Powered by Blogger.

Sample Text

Social Icons

Pages

Followers

Featured Posts